Wednesday, September 09, 2015

Dilema Trakeostomi

Apakah anda perhatikan, saya menghilang sejak akhir Juni ? Iya karena bapak saya masuk RS selama 20 hari dan sekarang beliau sudah meninggal dunia. Bapak saya masuk ke RS karena BAB terus menerus alias mencret dan tekanan darahnya rendah banget jadi harus dirawat inap.


Pada hari ke 4 ketika bapak dibangunkan suster untuk mandi pagi, kok ngga bangun-bangun, sampai dicubit-cubit oleh dokternya. Bapak segera dilarikan masuk keruang ICCU dan dipasang alat bantu nafas melalui mulut menuju paru-paru, plus berbagai macam infus, sonde makanan, alat tensi, dll. Malam harinya bapak mengalami serangan jantung tapi segera tertolong tindakan dokter.

Hari-hari kemudian kami lalui dengan rasa sedih melihat bapak tersiksa oleh berbagai alat yang terpasang ditubuhnya. Tangannya diikat, mau ngomong ngga bisa, mulut dan tenggorokan kering karena mulut terbuka terus. Setelah diperiksa dokter melalui foto rontgen thorax/paru-paru dan hasil lab, diketahui bapak menderita sakit pneumonia atau radang paru-paru yaitu pengumpulan cairan disekitar paru-paru.

Dua minggu sebelumnya bapak sakit bisul dipantat, didekat lubang anus, sudah saya bawa kedokter, diberi obat antibiotik yang diminum dan dioles. Bisul tsb dirawat ibu saya hingga kempes dan kering. Ternyata bakteri dari bisul tsb masuk kedalam aliran darah dan berubah menjadi ganas dan menjadi infeksi paru-paru. Ditambah lagi karena bapak sudah tua, maka ada makanan yang salah masuk ke saluran nafas alias keselek, makanan menumpuk diparu-paru dan memperparah infeksi paru-parunya. Parahnya lagi, kekebalan tubuh bapak kurang karena kolestrol bapak dibawah normal, akibat gaya hidup bapak yang super sehat, memilih-milih makanan dan menghindari makanan yang mengandung kolestrol tinggi. Tindakan dokter adalah menambah infus baru yang berisi albumin yaitu protein untuk menambah kekebalan tubuh serta obat antibiotik untuk mengobati infeksi paru-paru.

Hari-hari berlalu, tak terasa hampir 2 minggu bapak dirawat di ICCU. Ternyata alat bantu nafas dimulut tidak boleh dipasang lebih dari 2 minggu karena beresiko bakteri mudah masuk melalui mulut karena mulut selalu terbuka. Dokter menyarankan tindakan Trakeostomi yaitu operasi untuk membuat lubang untuk bernafas pada dinding depan tenggorokan/trakea. Dari lubang tsb dipasang alat bantu nafas menuju paru-paru, sehingga pasien lebih nyaman, lebih aman dan lebih memberi harapan membaik sebanyak 70%.

Kami sekeluarga tidak setuju kalau sampai leher bapak dibolongin, takut bapak marah dan perasaan bapak bakal down dan shock. Kami pun berdiskusi dengan keluarga dan teman yang memiliki pengalaman medis, sebagian besar dari mereka setuju dengan tindakan Trakeostomi tsb.

Saya berpikir ulang karena bapak batuk-batuk dan banyak slem/dahak/lendir ditenggorokannya. Kata dokter bila dilakukan Trakeostomi, membersihkan lendir menjadi mudah dan nyaman. Tetapi jika tidak, membersihkan lendir caranya disedot secara manual oleh suster dan tidak maksimal hasilnya karena tidak bisa mencapai paru-paru. Kemungkinan besar Bapak bisa kesulitan bernafas lagi dan kembali dipasang alat bantu nafas dimulut seperti kejadian semula dan pengobatan kembali dari 0, keadaan bisa menjadi lebih parah bahkan koma.

Proses melepaskan alat bantu nafas dimulut tidak bisa semudah itu, tidak bisa langsung dicabut, tapi harus dilakukan penyapihan yaitu mengurangin sedikit demi sedikit bantuan nafas dan oksigen yang berasal dari mesin, sehingga Bapak bisa bernafas secara mandiri.

Tibalah hari H, saya menandatangani persetujuan operasi Trakeostomi walaupun ibu dan suami saya kurang setuju. Operasi berjalan lancar, hanya 30 menit diruang operasi dan pendarahannya pun minimal. Saya melihat bapak meringis ketika tempat tidurnya didorong kembali dari ruang operasi menuju ruang ICCU. Beberapa menit kemudian saya dipanggil masuk keruang ICCU untuk menandatangani bahwa operasi telah selesai dan saya melihat bapak sudah sadar dan sedang menatap keluar jendela. Tak disangka itulah kali terakhir saya melihat bapak sadar sebelum meninggal.

Setelah sholat Dzuhur saya berpapasan dengan dokter bedah yang tergesa-gesa kembali ke ruang ICCU karena bapak mengalami kritis. Rupanya alat Trakeostomi tsb adalah selang kecil dengan suatu bagian yang akan mengembang menjadi bulat didalam tenggorokan, tapi kemudian berubah bentuk sendiri menjadi agak lonjong dan posisinya bergeser, sehingga ada sebagian udara yang keluar melalui celah yang bergeser tsb dan masuk kebawah kulit muka. Akibatnya muka Bapak menggelembung seperti balon.

Ketika kami dipanggil kedalam ruang ICCU, udara dalam kulit muka bapak sedang dikeluarkan/dikempiskan dengan jalan dipijit-pijit. Alat Trakeostomi yang rusak sudah dicabut dan diganti yang baru. Dan saya hanya bisa menangis tanpa bisa mendekat karena tidak tega melihat keadaan wajah bapak.

Saat jam besuk sore, suster melarang kami melakukan kontak fisik seperti mengelus dll karena bapak sedang demam, kami hanya bisa melihat dan berdoa disamping bapak. Keesokan harinya mamah pergi ke RS duluan dan saya akan menyusul kemudian. Tapi sekitar pk 8 lebih, mamah telfon kerumah saya dan hanya keluar 1 kalimat “cepet kesini sekarang”. 

Saya segera berlari ke RS bersama suami dan mendapati bapak sedang kritis, dibantu supaya bernafas, ditekan-tekan dadanya, diselingi alat pacu jantung. Proses tsb adalah prosedur wajib selama 1 jam sejak pasien kritis. Saat itu adalah waktu paling menyiksa dalam hidup saya menyaksikan Bapak disiksa ditekan-tekan dadanya. Akhirnya pk 9.15 dokter jaga ICCU menghentikan tindakannya dan ucapan “Innalillahi wa innalillahi rajiun” menggema didalam ruangan. Hari itu juga bapak dimakamkan di Jeruk purut.

Hari-hari berlalu setelah bapak meninggal dan saya sangat kesal pada tim dokter yang menangani bapak karena mereka tidak menghubungi saya, tidak mengucapkan bela sungkawa, tidak minta maaf dan tidak menerangkan apa yang menjadi penyebab kematian bapak. Padahal selama bapak ada di ICCU, bapak selalu sadar dan mengenali semua orang yang menjenguk beliau, kecuali saat bapak tidur/istirahat karena diberi obat penenang karena sering gelisah.

Rasa kesal saya menumpuk, tak tahan saya menulis surat ke RS yang berisi 5 point permohonan :

1.    Memberitahukan kepada saya dan keluarga, penyebab kematian ayah saya.
2.    Menyatakan permintaan maaf atas kerusakan alat Trakeostomi.
3.    Berjanji bahwa jangan sampai kasus seperti ini akan terulang kembali kepada pasien lain.
4.    Sampai sejauh mana dan apa bentuk tanggung jawab dokter dan pihak RS atas kasus ini, khususnya atas kerusakan alat Trakeostomi. Saya minta pertanggungjawabannya.
5.    Keempat point tsb diatas mohon ditanggapi secara resmi, melalui surat yang ditandatangi dokter dan diketahui oleh Direktur Eksekutif.

Tak berapa lama saya pun dipanggil pihak RS, saya bertiga dengan suami dan ibu datang untuk menemui tim doter dan manajemen RS. Dari hasil pertemuan tsb, menurut saya, RS hanya menjawab point 1 secara jelas, point 2 dan 4 secara tidak jelas dan tidak menjawab point 3 dan 5.

Kesimpulan atas penyebab kematian bapak adalah komplikasi akibat kerusakan alat Trakeostomi dan organ pernafasan bapak kaget ketika menerima udara dengan bebas.

Tim dokter yang terdiri dari 4 orang yaitu dokter spesialis paru & pernafasan, dokter kepala ICCU, dokter spesialis jantung dan dokter THT yang melakukan bedah Trakeostomi. Masing-masing dokter menyatakan bela sungkawa dan menerangkan penyakit serta tindakannya terhadap bapak saya.

Tidak ada yang menyatakan secara langsung bentuk pertanggungjawaban RS terhadap kami, manajemen hanya mengatakan andaikata kami memerlukan perawatan di RS, mereka bersedia membantu.

Trakeostomi buat saya adalah dilema. Keinginan kami apabila bapak meninggal adalah dengan cara yang alami tanpa disiksa dan dibuat cacat dulu. Tapi itu mungkin jalan Allah untuk menggugurkan dosa-dosa beliau.

Saya hanya kesal sama dokternya, kok memberi saran Trakeostomi tapi tidak memberi tau ada resiko :

-      kerusakan alat Trakeostomi
-      udara masuk kebawah kulit. Kata dokter, untung udara hanya masuk kebawah kulit wajah saja, karena bisa saja masuk kebawah kulit dibagian tubuh yang lain. Lah berarti kejadian ini pernah terjadi beberapa kali pada pasien yang lain dong, tapi pihak RS mengalihkan pembicaraan sehingga tidak ada pembahasan lebih lanjut.
-      organ pernafasan kaget ketika menerima udara dengan bebas
-      komplikasi

Dokter hanya memberikan harapan dengan dipasang alat Trakeostomi maka :

-      dipasang alat bantu nafas di tenggorokan menuju paru-paru, sehingga pasien lebih nyaman dan lebih aman karena meminimalkan resiko bakteri masuk melalui mulut.
-      memudahkan pernafasan karena memperpendek jalan nafas (setengahnya), yaitu yang asalnya dari mulut menuju paru-paru menjadi dari tenggorokan menuju paru
-      membersihkan lendir di tenggorokan menjadi mudah dan nyaman
-      memberi harapan membaik sebanyak 70% (tapi tidak menerangkan 30% resiko kegagalan itu seperti apa bentuknya)
-      bila diluar negeri, malah pasien/keluarga pasien yang bertanya-tanya kapan dilakukan Trakeostomi

Nah bagi para pembaca yang mengalami dilema seperti saya, coba dipikirkan dulu, berdiskusi dengan dokter dan keluarga dan mohon petunjuk Allah hanya karena Allah lah saya sabar dan ikhlas. Semoga pejelasan saya bermanfaat dan keluarga anda dapat ditangani dengan tepat.

7 comments:

Unknown said...

Bapa saya rencana nau bu d trakeostomi . Smg alm di yerima disisinya bu,

Unknown said...

Sy jg pernah kaget lihat pasien perempuan yg bbrp hr sebelumnya di RS,sehat bs bincang2 dg anak2nya. Entah sakit apa&knp,siang itu ditrakheotomy,msh blm sadar&~2jam kmd muntah,malamnya tiba2 meninggal tanpa pernah sadarkan diri.

Unknown said...

Terima kasih telah berbagi pengalaman kpd kami. Sangat berharga sekali... semoga almarhum ayahnya mendapatkan tempat terbaik disisiNya

Unknown said...

Suami sy terpasang trakheostomi dan sdh 4x ganti... Alhamdulillah lancar dan baik2 saja... Suami sy terpasang trakheostomi karna vegetative state... Yg hny bs berbaring... Mengunakan sonde.

pas said...

Anak sy kena phenomia sudah satu setengah bulan, dan akhirnya di psang trakeostomi. setelah hri ke5 terjadi penyumbatan smpe anak sy kehabisan oksigen badan sudah membiru. yg sy sesalkan kmna perawat saat itu pdhl anak sy terpsang alat lengkap yg bs d liat d monitor jika kdar oksigen d tubuhnya turun. s. alhamdulillah masih rezeki sehingga anak sy tertolong dan trakestomi ditutup.

Unknown said...

Bun mau tanya,klw trakestomi itu klw nafasnya sudh stbill selamnua bolong apa nanti di jait lagi ya.dan ketika pasien pasang trakeotomi untuk bicara masih seprti orang biasa g bun.

Anonymous said...

saya turut berdukacita Bu :'( semoga Almarhum diterima disisi Allah SWT , Amin ya rabbal alamin 🤲