100%
halal Chinese food & live seafood di Restoran Renon Denpasar (**)
Hari pertama di Bali, setelah
kami selesai membereskan barang dan istirahat sejenak di Hotel Kuta Beach
Heritage Bali, sore harinya kami memanggil taxi dan menuju daerah Denpasar
untuk mencari makan. Sebenarnya kami belum tau tujuannya kemana, jadi ketika
melewati jalan Cok Agung Tresna tepatnya no 85, ada sebuah tempat makan yang
ramai bernama Restoran Renon dan ada logo halal didalam billboardnya, kami pun segera
berhenti hendak makan disini.
Bangunan tampak depan
terlihat besar dan modern, area parkirnya pun luas. Nama Restoran Renon
berbentuk lampu huruf terletak mencolok diatas bangunan. Ketika masuk, ruang
makan terlihat luas tanpa sekat seperti sebuah hall.
Dari menu yang disodorkan,
restoran ini menyajikan 100% halal Chinese food, seafood & dimsum. Keistimewaan
restoran ini adalah menyajikan seafood hidup seperti ikan, kerang, udang,
lobster dan kepiting. Menu lainnya adalah sop, cumi, kodok, ayam, bebek, sapi,
tahu, sayuran, nasi & mie serta menu vegetarian. Karena kami bertanya apa
menu unggulan disini yaitu bebek panggang renon, maka kami memesan menu tsb serta
menambah sop asparagus kepiting dan tumis po cay.
Pelayanan disini cukup
cepat, pesanan kami pun segera tiba dimeja. Sop asparagus kepiting tersaji
didalam mangkok besar yang bisa dibagi menjadi 4 mangkok kecil, wah bakal
kekeyangan nih. Tumis po cay tersaji dipiring putih bertabur cincangan bawang
putih, warnanya yang hijau tua sungguh mengundang selera, rasanya pun lembut
dan segar. Kemudian bebek panggang renon rupanya adalah setengah ekor bebek
peking yang disajikan ala restoran Duck King. Bumbunya yang meresap dan saus
pendampingnya yang kental dan manis menambah kenikmatan makanan ini. Sayang
kalau menurut saya daging bebek ini kurang empuk. Andaikan lebih empuk pasti
menjadi sajian yang sempurna.
Mengenai harganya memang
tidak termasuk kategori murah tapi sesuailah dengan porsinya yang besar.
Seperti setengah ekor bebek panggang tsb dihargai Rp 128.000, sop asparagus Rp
48.000 dan tumis po cay Rp 28.000. Untuk minumannya Jus orange manggo Rp 20.000
dan es jeruk Rp 15.000.
Kesimpulan makan disini
tempatnya bersih, besar dan luas, tempat parkir luas, makanan enak dan segar,
pelayanan cepat dan harganya pun terjangkau. Halal merupakan suatu keharusan
sehingga menambah daftar panjang kuliner halal di Bali.
Hari kedua kami pergi ke
daerah Nusa Dua, karena suami ada perlu mengunjungi Bali Nusa Dua Hotel &
Convention. Setelah selesai suami mengajak makan siang ke tempat langganan para
peserta conference yaitu Ulam, Balinese & Seafood restaurant, Jl. Pantai
Mengiat no. 14 Nusa Dua.
Ulam adalah salah satu the
best restaurant in Nusa Dua yang menyajikan masakan tradisional Bali dan
Seafood, yang disajikan bersama sambal khas Bali. Beberapa menu yang tersedia
disini adalah salad dan sup, aneka seafood fresh from the grill, seafood
basket, paket kombinasi ayam & seafood, serta menu-menu Indonesia seperti
nasi goreng, mi goreng, Indonesian curry, gado-gado, sate ayam, bakso ayam
& Balinese crispy duck. Nah menu yang terakhir ini saya langsung
memesannya, sedangkan suami saya memilih special ikan bakar ulam. Untuk
minumannya saya memesan jus alpukat dengan es krim, saking laparnya, dan suami
memilih kelapa muda.
Pesanan kami disajikan
cukup cepat. Balinese crispy duck adalah setengah ekor bebek goreng yang dibagi
menjadi 2 potong, disajikan diatas hot plate. Bebek goreng ini memang crispy
dibagian luarnya tapi lembut didalamnya, daging bebek terasa empuk, kulitnya
berlemak, dan rasanya gurih, apalagi dengan taburan bumbu diatasnya, semakin
nikmat dimakan bersama nasi putih hangat.
Kemudian special ikan
bakar ulam adalah seekor ikan kakap bakar, but nothing special for me. Selain
itu kami juga diberi semangkok sup bening berisi sayur daun-daunan dan sepiring
sambal. Tapi kami kurang jelas, sop dan sambal tsb sebagai pendamping makanan
yang mana.
Sebagai restoran bertaraf
internasional yang berada di daerah elite Nusa Dua, maka harga makanan diisini termasuk
mahal yaitu crispy duck Rp 89.975 dan Ikan bakar Rp 72.975 sudah termasuk nasi,
sambal, sop & krupuk. Untuk minumannya kelapa muda Rp 20.500 dan jus
alpukat es krim Rp 27.500.
Restorant ini menyuguhkan
atmosfer Bali yang kental akibat dari penyajian bangunan, interior dan masakan tradisional
khas Bali, sehingga banyak disukai turis manca negara yang bersantap disini. Tapi
bagi saya, yang penting Ulam sudah menambah panjang daftar kuliner halal saya
selama di Bali.
Warung
Mak Beng Sanur (***)
Hari ketiga, suami saya
penasaran ingin makan siang ke Warung Mak Beng di Jl. Hang Tuah no. 45 Sanur,
akibat banyaknya orang-orang yang merekomendasikan tempat ini. Nah karena saya
sudah pernah membuat reviewnya, jadi mohon baca kembali di :
http://www.yukmakan.com/review/members/Warung-Mak-Beng/6308/Warung-Mak-Beng,-Kesederhanaan-yang-Melahirkan-Kedahsyatan
Mall
Beachwalk Kuta
Malam minggu didaerah
Kuta, mau mencari makan, yang halal pula, naik taxi supirnya bawel, mengeluh
karena macet. Ya sudah jalan kaki saja ke Mall Beachwalk Bali Jl. Pantai Kuta
Badung. Banyak makanan mall yang sama dengan di Jakarta, seperti Eat &
eat, Bon Chon Chicken, Bebek Tepi sawah, Kitchenette, Burger King, Domino
pizza, Fish & Co, Cafe Betawi, Pepper lunch, Johny Rockets, Nanny’s
pavilion, MM juice, Sushi Tei dan masih banyak lagi. Memang bukan kuliner khas
Bali tapi mau bagaimana lagi, itupun harus tanya dulu dan baca daftar menunya
sebelum masuk resto, takutnya beda lagi menunya dengan cabang di Jakarta. Kalau
saya sih udah jelas pilih Sushi Tei karena memiliki 2 pilihan rasa yaitu enak dan enak sekali.
Mentari
restaurant Bedugul (*)
Hari minggu kami pergi ke
daerah Singaraja, yang jaraknya sekitar 5 jam dari tempat kami menginap di
Jimbaran, itu pun sudah termasuk makan siang dan nyasar-nyasar serta foto-foto.
Mirip perjalanan dari Jakarta ke Bandung lewat puncak. Singaraja dulu adalah
ibukota pulau Bali sebelum Denpasar. Wisata yang paling terkenal adalah pantai
Lovina, tapi jaraknya masih 9 km lagi dari Singaraja, yakni untuk melihat ikan
lumba-lumba yang banyak bermunculan pada jam 6 pagi. Tapi kami kesana bukan
hendak berwisata melainkan ingin mengunjungi rumah pakde suami saya yang orang
Bali asli, rumahnya saja sudah termasuk cagar budaya karena dibangun sebelum
abad 19.
Kalau kesana harus menyewa
mobil dengan tarif luar kota. Kami mendapat supir yang ya ampuuun, jangankan
dia ngomong ngasih info, bahkan kami tanya atau kami ajak ngomong saja dia ngga
mau jawab, bikin pusing.
Karena kami sudah tau
bakal mengalami perjalanan yang panjang dan lama, sebelum pergi kami sudah
siap-siap breakfast di Hotel, makan yang banyak biar kenyang. Kakak sepupu kami
juga sudah berjanji menanti disana dan akan membawa kami makan siang dirumah
makan miliknya yang baru buka tapi sudah terkenal dan banyak penggemarnya.
Ketika kami sampai
didaerah Bedugul, mirip daerah Puncak Jabar, tiba-tiba tanpa peringatan, supir
menghentikan mobilnya disebuah tempat makan bernama Mentari Restaurant, Jl.
Raya Bedugul km 50. Ketika kami bertanya kenapa berhenti disini, jawabnya
adalah nanti susah lagi cari tempat makan. Yah terpaksalah kami makan siang
dulu disini, mana perut masih kenyang lagi.
Sebelum masuk kedalam,
wajib bertanya dulu mengenai kehalalannya. Setelah diperoleh kepastian, kami
dipersilahkan duduk dan dijelaskan oleh waitres bahwa makan disini memakai
sistem all you can eat, sudah termasuk minuman teh dan kopi, seharga Rp 100.000
per orang. Kami perhatikan bahwa restauran ini penuh dengan pengunjung yang
rata-rata adalah peserta tour yang melewati daerah Bedugul, pasti mampir untuk
makan disini.
Masakan yang disajikan sesuai
dengan lidah Internasional karena ditujukan untuk turis manca negara, alias
menu standard bagi kami, yaitu Sup kental tahu, Salad, ayam goreng, Sate lilit,
mi goreng, gado-gado, tumis sayuran, nasi goreng & nasi putih, lumpia, krupuk,
aneka buah potong, bubur ketan hitam, aneka kue & puding, serta teh dan kopi.
Rasanya yah standard, tidak istimewa. Kalau ingin memesan minuman jus akan kena
biaya lagi. Karena suasana hati yang agak kesal, maka saya jadi lupa mengambil foto
makanannya.
Sebenarnya letak restoran
ini sangat strategis, diseberang tempat wisata Danau Beratan Candi Kuning
Bedugul. Sebelum restaurant ini adalah kawasan wisata kebun raya Bedugul. Lalu
tak jauh dari resto ini, bisa berjalan kaki, ada sebuah mesjid Al Hidayah yang
ukurannya besar dan indah. Dari mesjid tsb yang letaknya diatas, kita bisa
melihat pemandangan Danau Beratan nan indah.
Karena letaknya yang
strategis, makanan yang mudah diterima seluruh pengunjung dan halal pula maka
resto ini menjadi persinggahan wajib para wisatawan. Maka bertambah lagi lah daftar kuliner halal saya selama di Bali.
Sop
Kepala Ikan khas Makasar, Jl Dewi Sartika Singaraja (***)
Setelah melewati
perjalanan panjang dan melelahkan karena harus konsentrasi takut kesasar, maka
sampailah kami ke rumah pakde di Singaraja. Rupanya kakak sepupu kami ini membuka
rumah makan didepan rumah yaitu Baso tulang Muda, tepatnya di Jl. Gajah Mada
no. 111. Rumah makan ini cukup terkenal karena letaknya yang strategis,
dipinggir jalan besar dan disamping sekolah, sehingga menjadi tempat nongkrong
anak muda. Sayangnya ketika kami kesana, hari minggu, rumah makannya tutup
karena persediaan baso sedang habis. Ah kecewanya hati ini, membayangkan
semangkok baso panas nan pedas di pelupuk mata. Tapi tak perlu kuatir, sepupu
kami ini masih memiliki sebuah rumah makan lagi yang baru dibuka tapi katanya
sudah lumayan terkenal dan banyak pelanggannya. Nah bikin penasaran kan, segera
kami konvoi menuju Jl. Dewi Sartika.
Tiba disana terlihat
spanduk besar terpampang didepan toko bernama Sop Kepala Ikan Dewi Sartika. Tempatnya
berupa kedai makan sederhana yang terdiri dari 2 ruangan yang dibuka menjadi
satu. Didinding ditempel spanduk berisi menu yang tersedia disini beserta
gambarnya, dan ada satu lagi spanduk yang berisi fakta-fakta mengenai sop
kepala ikan, tapi bergaya guyon sehingga mengundang tawa orang yang membacanya.
Kedai ini tidak
menyediakan banyak menu melainkan hanya 2 menu spesial yaitu sop kepala ikan
khas Makasar dan ayam kosek, serta 2 menu tambahan yaitu nasi goreng dan pecel
lele. Tersedia juga minuman pendamping yang sangat pas yaitu es teler & sop
buah, serta aneka jus. Sepupu kami dengan sigap menghidangkan semangkok sop ikan
(karena isinya daging bukan kepala ikan) dan 2 porsi ayam kosek. Mumpung masih
panas segera kami cicipi sop ikannya.
Kuah sop terlihat bening
kekuningan, ditaburi bawang goreng dan daun kemangi serta potongan tomat,
aromanya begitu wangi menggoda. Ketika diseruput aah terasa nikmat dan segar. Ikan
yang dipakai adalah ikan kerapu dimana dagingnya berwarna putih dan lembut,
tidak berbau amis, sedap nian.
Puas menyantap sop, kami
beralih ke ayam kosek. Penampilannya agak menyeramkan versi saya yang penyuka
pedas level elementary, tapi sangat menggoda bagi suami yang penggemar pedas
level advance, hahaha. Bagaimana tidak, sepotong ayam goreng yang ditaburi
sambal kosek yaitu sambal cabe rawit hijau dan merak yang diulek kasar lalu
disiram minyak panas hingga matang, disajikan diatas cobek kayu, diberi
pendamping tahu goreng, kremesan dan lalapan, wah wah mantapnya. Segera saya
sisihkan sambalnya dan langsung disambar suami, itupun ketika saya makan
rasanya masih jeletot, menghantam lidah karena rasa pedas sudah meresap kedalam
ayam. Tak terasa peluhpun bercucuran dan nasi semakin menipis saking lahapnya.
Untung saya memesan segelas sop buah, yakni minuman yang berisi aneka potongan
buah dan cincau yang diberi susu kental dan sirup melon, mampu meredam rasa
pedas yang menjalar kemana-mana.
Kami juga disuguhi segelas
tuak yaitu air sadapan yang diambil dari aren, disebut nira, rasanya manis dan
tidak mengandung alkohol karena belum berfermentasi. Nira dikumpulkan didalam wadah
bambu dan dijajakan berkeliling. Sekarang sudah jarang orang yang berjualan
minuman tradisional ini, sehingga sepupu kami menjadi pelanggannya.
Sajian disini memang bukan
kuliner khas Singaraja, tapi dalam waktu singkat sudah mampu merebut hati para
penggemarnya. Saya perhatikan juga, selama kami makan, pengunjung datang silih
berganti tak berhenti. Keistimewaannya adalah selain makanannya memang enak,
penampilannya menggiurkan, tempatnya bersih, halal dan harganya itu loh, alamak
murah banget. Masa ayam kosek dan sop ikan @Rp 12.000, nasgor Rp 10.000, pecel
lele Rp 9.000, sop buah Rp 6.000, es teler Rp 7.000 dan aneka jus Rp 5.000. Nah
kurang apalagi, segera masukkan sajian ini kedalam daftar kuliner halal di Bali.
Ayam
Betutu khas Gilimanuk (***)
Hari terakhir di Bali,
kami segera packing, membereskan barang-barang karena ingin segera check out
dari hotel. Pesawat kami masih pk 5 sore tapi kami belum sempat membeli
oleh-oleh, sehingga rencananya setelah check out, lalu membeli oleh-oleh, kemudian
makan siang dan langsung menuju Bandara.
Dimana kami akan makan
siang sebelum ke Bandara ? Hampir setiap orang akan merekomendasikan makan di
ayam Betutu khas Gilimanuk, Jl. Raya Tuban no. 2X, yang jaraknya hanya beberapa
menit dari Bandara. Selesai berbelanja kami segera meluncur kesana.
Tempat makan ini berupa
rumah makan sederhana dengan ruangan terbuka dan luas. Mejanya berukuran besar-besar
untuk makan berombongan. Ketika kami tiba disana, pengunjung sudah penuh dan
kami bergabung satu meja dengan tamu lainnya.
Rupanya selain ayam
betutu, banyak menu lain yang tersedia disini yaitu bebek betutu kuah / goreng,
ayam bakar / goreng, soto, lawar, sate, pepes ikan / ayam, lindung goreng,
sayur ares, plecing dan nasi campur. Karena menu unggulan disini ayam betutu, maka
rugilah kalau belum mencoba, sehingga kami memilih ayam betutu kuah dan goreng.
Walaupun pengunjung penuh
dan ramai, pesanan kami datang cukup cepat. Ayam betutu ini terdiri dari
seperempat ayam dan plecing. Penampilan ayam betutu kuah sungguh menggoda, yaitu
ayam yang diungkep lama sampai empuk dengan bumbu aneka rempah, ayam disajikan
berlumuran bumbu dan berkuah. Ketika dimakan, hmm daging ayam terasa empuk, bumbunya
meresap, wangi, dengan citarasa khas. Kalau betutu goreng, penampilannya
seperti ayam goreng biasa tapi dengan citarasa khas karena bumbu yang sudah
meresap tadi.
Ayam betutu disajikan
bersama plecing kangkung yaitu kangkung rebus yang diberi sambal tomat, sambal
bawang merah mentah dan kacang goreng. Makan ayam betutu beserta plecingnya
membuat tubuh berkeringat karena pedas, tapi masih kalah pedas dengan ayam
taliwang. Untuk meredam rasa pedas saya memesan es campur. Penampilan es campur
ini agak berbeda, yaitu lebih banyak isinya dari pada es serut nya, sehingga
tidak begitu dingin, sedikit airnya, mengenyangkan banget tapi kurang
menyegarkan, sampai kami tidak sanggup menghabiskannya.
Saking lezatnya sajian
ini, kami memesan 2 ekor ayam lagi untuk dibawa pulang, satu untuk makan malam
kami, satu lagi untuk rumah orangtua saya. Mengenai harganya, ayam betutu kuah Rp
28.000, sedangkan yang goreng Rp 29.000, belum termasuk nasi Rp 5.000, dan 1
ekor ayam Rp 80.000. Padahal di Jakarta sudah ada loh cabangnya, tapi kenapa
kurang bergaung yah gemanya. Yang pasti sajian disini halal dan menambah panjang
daftar kuliner halal saya selama di Bali.
No comments:
Post a Comment