Pulang
dari undangan hari Minggu siang didaerah Depok, hujan yang mengguyur Jakarta
tidak berhenti sejak malam sebelumnya, menambah dingin suasana. Baik ditempat
pesta maupun dijalanan tercipta suasana yang cukup semrawut akibat air yang
tergenang. Kesimpulannya kami masih lapar dan ingin memuaskan makan siang kami.
Suami pun mengajak makan mie Aceh didaerah Pasar Minggu, dekat dengan kampus
tempat dia bekerja. Saya meng iya kan saja untuk kuliner apa pun yang belum
pernah saya coba.
Sampai
di Jl. Raya Rawa Bambu no. A4, Komp. Batan, Pasar Minggu, saya mendapati kami
berhenti disebuah rumah makan sederhana bernama Jambo Kupi. Dari depan memang
terlihat sederhana, tapi ternyata ketika masuk terdapat 2 ruangan yaitu ruang
luar yang berseberangan dengan dapur dan ruang dalam yang ber AC. Dapur
terletak dipaling depan, dekat pintu masuk, interiornya merupakan kombinasi
antara kayu dengan batu bata. Kami memilih duduk didalam, padahal kalau duduk
diluar bisa sambil menonton barista meracik kopinya.
Menu
yang disajikan disini cukup beragam yaitu nasi guri, nasi briyani khusus hari
Jumat, lontong sayur, nasi goreng, mie Aceh, martabak, roti cane, serta aneka
lauk seperti ayam, bebek, burung, daging sapi & kambing, ikan, udang, cumi,
telur, perkedel, dan sayur. Untuk minuman dan dessertnya tersedia kupi Aceh
pastinya, minuman segar, jus, rujak, es puter, aneka kue Aceh serta cemilan.
Nah lengkap sekali bukan.
Saya
jarang makan masakan Aceh, tapi setiap saya makan di rumah makan Aceh pasti
saya memilih antara ayam tangkap dan mie Aceh. Berhubung suami saya sudah
memesan mie Aceh rebus super spesial maka saya memilih ayam tangkap. Tapi ketika
pelayannya bertanya apakah saya ingin memesan ayam tangkap bersama nasi guri, saya
jadi tertarik ingin mencobanya.
Nasi
guri adalah nasi yang dimasak bersama rempah-rempah dan disajikan bersama
taucho udang, sambal goreng tempe, sambal, krupuk dan serundeng. Ketika datang
penampilan nasi berwarna butek, kusam, ditaburi serundeng. Ketika ku suap, nasi
terasa gurih, harum dan pulen, nasi nya tidak lengket dan empuk. Taucho udang
adalah tumis buncis campur udang dengan bumbu taucho, tapi taucho nya tidak
terasa tapi saya memang kurang suka taucho. Sambal goreng tempe menurut saya
adalah kering tempe karena tidak mengandung sambal, hanya irisan cabe merah belaka.
Lalu sambalnya lumayan tapi tidak pedas, serta krupuknya saya kebagian yang
melempem.
Bintangnya
adalah ayam tangkap yaitu ayam yang dipotong kecil-kecil dan digoreng bersama
irisan daun pandan dan kari dalam jumlah banyak, sampai ayam agak tertutup
daun. Saya kebagian potongan dada ayam dan rasanya keras, sampai tidak saya sanggup
menghabiskan. Sebenarnya rasa bumbunya sih lumayan enak, sayangnya daging ayam
susah dikunyah.
Pesanan
suami saya adalah mie Aceh rebus super spesial, penampilannya adalah mie rebus
dengan kuah berwarna coklat kemerahan, isinya udang, daging sapi, telur dan
toge, disajikan bersama ketimun dan emping dipiring terpisah. Kuahnya terasa
berempah, gurih dan pedas.
Inilah
masalahnya, kalau mengenai makanan saya suka fanatik. Contoh, masakan Aceh bagi
saya identik dengan Meutia di Ps Benhil, ayam tangkap dan mie Acehnya belum ada
yg mengalahkan, mungkin karena rasa bumbunya lebih nasional. Atau ayam taliwang
identik dengan Taliwang Bersaudara di Jl. Panglima Polim, belum juga ada yang
mengalahkan.
Tapi
ada juga yang saya suka di Jambo Kupi ini, pertama nasi gurih, kedua teh tarek.
Saya kurang doyan teh tarik tapi yang ini enak, perpaduan teh dan susu nya pas,
susunya banyak, rasanya manis mengalir hangat ditenggorokan, hmm sedaaap.
Suami
saya penasaran dengan kopi Aceh nya sehingga memesan segelas Kupi ulee kareeng.
Kopi datang dalam gelas bening ukuran kecil yang diletakkan diatas piring
kecil. Permukaan kopi berbuih dan rasa kopi pahit-pahit manis. Malamnya
langsung saya melek terus, susah tidur.
Dimasing-masing
meja disediakan pula sepiring camilan berisi pisang goreng,
perkedel jagung dan pulut panggang yang bentuknya mirip otak-otak tapi isinya
mirip lemper. Saya makan perkedel jagungnya dan suami makan pisang gorengnya.
Andai kata camilan ini masih panas, tentunya rasanya lebih nikmat.
Yang
terakhir adalah harganya, tergolong cukup terjangkau kalau menurut saya. Harga seporsi nasi
guri ayam tangkap Rp 25.000, mie super spesial Rp 30.000, teh tarek Rp 12.000,
teh tawar Rp 2.000, camilan @ Rp 3.000 dan kopi Rp 10.000. Selama kami makan,
pengunjung yang datang cukup ramai, silih berganti. Menikmati hangatnya mie Aceh,
kopi dan merdunya suara kereta api yang tak kunjung berhenti...
No comments:
Post a Comment