Thursday, November 24, 2016

Masakan Indonesia dibalut dengan kemewahan di "1953" (**)


Sebagai orang Indonesia, tentunya kita sangat akrab dengan masakan dari negeri sendiri. Masakan sehari-hari seperti nasi goreng, sering kita masak sendiri dirumah, atau bisa juga kita nikmati di kaki lima atau di restoran. Oleh karena itu saya jarang sekali, kurang berminat menikmati masakan Indonesia yang disajikan di resto-resto papan atas. Saya lebih suka menikmati masakan khas daerah tertentu yang disajikan di rumah makan atau restoran bahkan kaki lima yang secara spesialis menyajikan hidangan unggulan tertentu.



Tapi karena kami sering melewati daerah Panglima Polim, lama-lama kami penasaran juga ingin mencoba masakan Indonesia yang disajikan di sebuah resto baru bernama “1953” di Jl. Panglima Polim III no. 93. Sehingga minggu malam yang lalu, kami bertiga dengan ibu, menyambangi resto tsb untuk makan malam.

Tiba disana, kami parkir didepan sebuah bangunan rumah besar yang memiliki penerangan yang redup. Cahaya yang berpedar berasal dari lampu tulisan “1953 Restaurant Indonesien” dan dari lantai carport. Hujan rintik-rintik menemani kami masuk lewat pintu samping yang tersembunyi.

Sampai didalam kami disambut oleh waitres dimeja reseption. Sebuah prasasti dalam bahasa Belanda tertempel di dinding, menerangkan bahwa bangunan tsb dibangun oleh sebuah perusahaan Belanda bernama N.V. Rathkamp en Co pada bulan April 1953. Dalam perjalanan kami menuju ruang makan non smoking, saya melihat bahwa interior bangunan ini tampak elegan dan mewah, bercampur dengan gaya industrial, tanpa jejak unsur dekorasi tradisional Indonesia.




Sebagian dinding ada yang berhiaskan keramik mozaik, ada yang dihiasi kipas raksasa, ada pula dinding berlukiskan Lea Simanjuntak plus tandatangannya. Sebagian lantainya ada yang bermotif papan catur dan lantai kayu. Kebanyakan furniture terbuat dari kayu yang kokoh, serta tempat duduk merupakan kombinasi antara kursi dan sofa. Disetiap meja makan sudah tersedia sepasang sendok garpu, serbet hitam dan gelas wine. Ya saya lihat banyak sekali botol wine yang dipajang disini.


Dalam keremangan cahaya, kami membaca buku menu. Kata pertama yang terlintas dalam benak kami adalah mahal. Menu terdiri dari salad, bites alias snack yang terdiri dari tahu bawel, tempe mendoan, bakwan jagung atau campuran ketiganya yang dihargai dengan Rp 119.000, vegetable seperti gado-gado dan aneka tumisan lainnya, rice adalah 4 macam pilihan nasi yaitu putih, merah, kuning dan kencur, rice dishes seperti nasi goreng, nasi kapau, nasi campur, tumpeng merdeka dll, large plate & bowl untuk makan tengah seperti tongseng, rawon, sop buntut, ayam betutu, bandeng, udang pancet bakar, wagyu dll, Indonesian grill yaitu sate ayam dan maranggi serta bistik Jawa, desserts dan sharing menu untuk 4 orang @Rp 195.000.

Pilihan kami jatuh pada mix satay, yang katanya berisi 12 tusuk sate plus lontong, dan ayam bakar bumbu kecombrang nasi kencur. Kedua menu tsb sepertinya cukup untuk makan tengah kami bertiga, tinggal tambah seporsi nasi putih lagi. Untuk minumannya kami memesan 2 teh panas jenis english breakfast dan jasmine serta es campur.



Sambil menunggu pesanan, saya melihat kesibukan cheft yang memasak di open kitchen disamping ruang makan kami. Pelayan hilir mudik membawa pesanan untuk rombongan pengunjung disamping meja kami. Teh panas pesanan kami datang dalam cangkir dan poci bening. Piring makan yang dibagikan, berlukiskan merak biru yang cantik.


Ketika mix satay datang, wow sebuah piring lebar berisi 3 jenis sate yaitu sate ayam, maranggi dan sate lilit disajikan sekaligus bersama pasangannya yaitu bumbu kacang dan lontong untuk sate ayam, sambal kecap, ketan dan acar untuk sate maranggi serta sambal matah dan urab untuk sate lilit. Ukuran sate lebih besar dari biasanya. Sate ayam enak rasanya, dagingnya empuk dengan bumbu yang meresap. Sate lilit rasanya juara, lembut terbuat dari ikan dori, racikan bumbunya pun sedap, enak berpadu dengan urab Bali. Nah kalau sate maranggi, kami kurang suka karena agak keras, tapi katanya terbuat dari daging wagyu.


Kemudian ayam bakar bumbu kecombrang nasi kencur adalah nasi kencur yang diberi topping potongan daging ayam bakar serta tumisan bumbu kecombrang. Sajian ini penuh kejutan rasa aromatik kecombrang, nasi kencurnya pun enak tapi rasa ayam bakarnya biasa saja karena bumbu kecombrang tidak diolah menyatu dengan ayam.


Terakhir adalah es campur, es serutnya berbentuk kerucut, isinya banyak dan sama jenisnya seperti laiknya es campur lainnya. Berisi alpukat, kelapa muda, nangka, cincau, tape peyeum dan sagu mutiara, es campur ini tetap manis sampai lelehan es terakhir.

Menurut saya kalimat “not about revolution, nor it is about fusion, it is purely Indonesia food” memang benar menggambarkan sajian disini. Masakan Indonesia yang dikemas dengan presentasi yang indah dan dibalut dengan kemewahan peralatan makan dan suasana, but not the outstanding food.




Selesai makan kami diajak berkeliling oleh sang pemilik resto Bp. Teddy. Bangunan resto seluas 1000 meter ini menyediakan fasilitas untuk private room, outdoor space dan paket meeting room, sangat cocok untuk private party, seminar maupun meeting. Bila weekend tiba, resto ini sudah buka sejak pk. 8 untuk menyajikan sarapan seperti lontong sayur, bubur ayam, dll dengan harga yang lebih terjangkau.

1 comment:

Rooswati said...

Waduh jadi pengen mampir situ kalau pulang kerja, bagus banget dekorasinya... kalau dilihat dari fotonya sepertinya enak. BTW apa resto itu juga menyediakan layanan catering untuk acara kantor?

Salam kenal ya kak,

Rooswati