“Masa
ke Jogja ngga bawa oleh-oleh gudeg” begitu kata ibu saya. Nah ibu saya pengen
bungkus gudeg buat oleh-oleh dirumah plus buat besannya dan tetangga. Dari
hasil pantauan kami dengan orang Jogja, katanya sekarang ada gudeg yang
popularitasnya sedang menyaingi Yu Djum, yaitu Gudeg Mbarek bu Hj. Amad di Jl.
Kaliurang km 5, utara gedung pusat UGM. Nah boleh juga dicoba, kan gudeg Yu
Djum sudah sering kami makan.
Pagi-pagi dalam perjalanan ke Kaliurang, kami mampir dulu kesana. Tiba disana, tempatnya berupa rumah, besar juga dan bertingkat, berwarna dominan hijau tua. Sudah banyak pengunjung disini, baik untuk makan ditempat atau dibawa pulang.
Kami melihat selembar daftar menu bolak balik yang berisi, paket gudeg untuk dibawa pulang yaitu paket A Rp 30.000 sampai paket K Rp 230.000, bisa pakai dus, besek atau kendil. Untuk makan ditempat, ada nasi gudeg paket 1 Rp 12.000 sampai paket 14 Rp 40.000. Gudeg komplit terdiri dari gudeg, krecek, telur, ayam, ati ampela dan tahu.
Saya
membungkus paket I seharga Rp 140.000 yang berisi gudeg, krecek, 5 telur dan
ayam separo, karena teringat ada teman yang sedang kos di rumah. Ibu saya
membungkus 4 paket F dan ibu mertua saya bungkus paket G.
Saya
menyempatkan diri ke rak kaca tempat baskom-baskom berisi gudeg komplit
disajikan. Saya lihat gudeg dan kreceknya adalah tipe kering. Gudegnya berwarna
coklat tua, kreceknya diselingi potongan tempe dan cabe rawit, arehnya cukup
unik karena saya belum pernah liat yang seperti ini yaitu berwarna coklat tua
dan kental.
Sampai
dirumah, kami makan malam bertiga. Wuih ukuran ayamnya besar ya karena pakai
ayam kampung, telurnya ketika dibelah ada yang sampai berwarna orange. Ayam
separo sudah termasuk kepala yang lehernya panjang banget. Gudegnya ketika
kumakan ya manis walaupun tidak parah, ya beti (beda tipis) lah dengan Yu Djum,
tapi teksturnya rada kelembekan, kalau menurut saya dan ibu saya.
Arehnya
memang beda, manis, kental banget dan berwarna coklat tua, tidak seperti warna
santan. Kreceknya enak, ku memang suka yang kering dan ada rasa pedasnya.
Ayamnya empuk dan meresap, tidak manis. Telurnya kenyal dan kuningnya besar.
Ada juga beberapa potong tahu bentuk segitiga. Pokoknya makan bertiga masih
sisa banyak lah buat 2x makan. Secara keseluruhan gudeg komplit ini enak, tidak
mengecewakan.
Ada
sedikit cerita yang tertinggal mengenai gudeg Jogja, yaitu saya bersama teman-teman
berempat, malam minggu menuju gudeg pawon. Gudeg ini sedang hits dikalangan
pencinta wiskul karena memiliki 2 keunikan yaitu buka hampir tengah malam dan
cara memesannya langsung masuk kedalam dapur (pawon) dan bawa sendiri piringnya
ketempat duduk. Padahal kami sudah kekenyangan makan di Epic Coffee, tapi kami penasaran
dan biar bisa disebut gaul, kesempatan buat saya untuk memperpanjang isi blog,
hehehe, parah ya.
Jam
22 kami meninggal Epic Coffee menuju Jl. Janturan. Ngga salah saya menyewa
mobil dengan supir anak muda gaul, kami tinggal duduk manis, memperhatikan
jalan yang belak belok, jauh banget, dan sampailah kami ke jalan tanpa tanda ada
rumah makan gudeg disitu. Ada juga sih tandanya yaitu kendaraan yang parkir
banyak banget, memenuhi jalanan sempit.
Sampai
disana kami kaget luar biasa. Antrian panjang sudah terjadi di gang sempit
menuju pintu dapur dibelakang rumah. Tempatnya berupa rumah sangat sederhana.
Teras depan rumah sudah penuh dengan pengunjung yang sedang makan, tidak
beraturan tempatnya, ada yang dimeja, dilantai, dimana saja asal ada celah buat
menaruh pantat. Ada papan yang tergantung bertulisankan “Gudeg pawon buka jam
22 WIB”.
Kami
putuskan untuk tidak jadi makan dengan pertimbangan prediksi kami, bakal antri
lebih dari sejam untuk mendapat sepiring gudeg yang belum tentu masih ada saat
kami tiba didapur. Yah lain kali kalau ada umur panjang ya.
No comments:
Post a Comment