Hari
Minggu ini adalah hari ketiga kami berada di kota Jogja. Saya sudah berpesan sehari
sebelumnya kepada pak supir, agar besok kami makan siang di Ayam Goreng Mbah
Cemplung di kecamatan Kasihan, kabupaten Bantul. Kata pak supir, kalau makan
disana harus pagi karena kalau makan siang dikhawatirkan persediaan ayam sudah
habis. Wah bagaimana ini, berarti sarapan pagi di hotel cukup makan buah-buahan
saja. Untung pak supir punya ide untuk menelfon rumah makan tsb, minta agar
disisakan ayamnya karena khawatir kami datang agak siang.
Keesokan
harinya kami berempat tidak langsung pergi menuju Mbah Cemplung, melainkan putar
puter dulu keliling Jogja, ke UGM, nyekar dll, sehingga sampai di Mbah Cemplung
sekitar pk 11 pagi. Selama perjalanan kami melewati pabrik gula Madukismo, lalu
sentra kerajinan kulit desa Manding, dan pemandangan khas pedesaan yang sarat
dengan ladang dan kebun. Akhirnya tibalah kami ke rumah makan Ayam Goreng Mbah
Cemplung, yang memiliki tempat parkir cukup luas dan tempat makannya berupa 2
buah rumah terpisah dan bersebrangan.
Tiba
didalam, bangunan rumahnya terlihat sederhana, luas tanpa penyekat, atapnya
tidak ditutup langit-langit sehingga terlihat gentengnya, meja kursinya dari
kayu dan bentuknya panjang-panjang untuk makan berombongan, serta banyak iklan
yang ditempel disekeliling dinding atas ruangan. Ketika kami hendak duduk, eh
malah ketemu sepupu saya dan anaknya yang juga baru datang. Akhirnya kami
bertujuh makan bersama-sama dalam 2 meja.
“Mau
pesan apa ?” tanya pelayannya. Disini tidak ada daftar menu loh. Jadi saya
pesan ayam goreng paha. Ibu saya memesan kepala ayam yang tersambung sampai ke
tulang punggung, yang sangat dia idam-idamkan gara-gara melihat acara kuliner
di TV. Tambahannya adalah ati rempela, tempe goreng, terong goreng dan tumis
daun pepaya. Sambil menunggu pesanan, saya mulai mengunjungi dapurnya sambil
foto-foto. Terlihat beberapa baskom besar yang penuh berisi potongan ayam, siap
dicemplungkan kedalam minyak panas.
Tak
lama kemudian pesanan kami tiba. Wuih potongan ayamnya besar sekali karena
memakai ayam kampung ukuran jombo. Warna ayam tidak jauh berubah dari sebelum
digoreng berwarna kuning, sekarang menjadi berwarna kuning mengkilap, tanda ayam
hanya digoreng sebentar di minyak panas. Ayam disajikan bersama lalapan kol dan
ketimun, serta 2 jenis sambal yaitu sambal cabe mentah yang penampakannya hasil
ulekan kasar, dan sambal cabe matang yang berwarna merah dan berminyak.
Tak
sabar saya menyuap cuilan daging ayam bersama nasi hangat. Ternyata daging ayam
terasa empuk luar dalam, rasanya gurih dengan bumbu yang meresap sempurna. Bukan hanya ayam yang terasa enak, melainkan nasinya juga enak
dan pulen, tempenya enak, tumis daun pepaya juga enak, empuk dan tidak pahit,
dengan kata lain seluruh sajian bisa dikatakan klop dan saling melengkapi, rasanya lezat dan sempurna. Pantas
saja rumah makan ini begitu dicari walaupun perjalanan menuju kesini bukan
perkara mudah.
Selesai
makan, kami tidak bisa berlama-lama mengobrol disini karena hendak
melanjutkan perjalanan ke pantai parangtritis, dan kasian juga banyak
pengunjung yang ingin makan bergantian disini. Ketika kami hendak membayar,
ternyata semua sudah dibayar oleh sepupu saya. Wah dasar rezeki anak sholeh. Tapi
sayangnya saya jadi ngga tahu harga ayam disini, hahaha.
No comments:
Post a Comment