Apakah
anda perhatikan, saya menghilang sejak akhir Juni ? Iya karena bapak saya masuk
RS selama 20 hari dan sekarang beliau sudah meninggal dunia. Bapak saya masuk
ke RS karena BAB terus menerus alias mencret dan tekanan darahnya rendah banget
jadi harus dirawat inap.
Pada
hari ke 4 ketika bapak dibangunkan suster untuk mandi pagi, kok ngga
bangun-bangun, sampai dicubit-cubit oleh dokternya. Bapak segera dilarikan masuk
keruang ICCU dan dipasang alat bantu nafas melalui mulut menuju paru-paru, plus
berbagai macam infus, sonde makanan, alat tensi, dll. Malam harinya bapak
mengalami serangan jantung tapi segera tertolong tindakan dokter.
Hari-hari
kemudian kami lalui dengan rasa sedih melihat bapak tersiksa oleh berbagai alat
yang terpasang ditubuhnya. Tangannya diikat, mau ngomong ngga bisa, mulut dan
tenggorokan kering karena mulut terbuka terus. Setelah diperiksa dokter melalui
foto rontgen thorax/paru-paru dan hasil lab, diketahui bapak menderita sakit pneumonia
atau radang paru-paru yaitu pengumpulan cairan disekitar paru-paru.
Dua
minggu sebelumnya bapak sakit bisul dipantat, didekat lubang anus, sudah saya
bawa kedokter, diberi obat antibiotik yang diminum dan dioles. Bisul tsb
dirawat ibu saya hingga kempes dan kering. Ternyata bakteri dari bisul tsb
masuk kedalam aliran darah dan berubah menjadi ganas dan menjadi infeksi
paru-paru. Ditambah lagi karena bapak sudah tua, maka ada makanan yang salah
masuk ke saluran nafas alias keselek, makanan menumpuk diparu-paru dan memperparah
infeksi paru-parunya. Parahnya lagi, kekebalan tubuh bapak kurang karena
kolestrol bapak dibawah normal, akibat gaya hidup bapak yang super sehat,
memilih-milih makanan dan menghindari makanan yang mengandung kolestrol tinggi.
Tindakan dokter adalah menambah infus baru yang berisi albumin yaitu protein untuk
menambah kekebalan tubuh serta obat antibiotik untuk mengobati infeksi
paru-paru.
Hari-hari
berlalu, tak terasa hampir 2 minggu bapak dirawat di ICCU. Ternyata alat bantu
nafas dimulut tidak boleh dipasang lebih dari 2 minggu karena beresiko bakteri
mudah masuk melalui mulut karena mulut selalu terbuka. Dokter menyarankan
tindakan Trakeostomi yaitu operasi untuk membuat lubang untuk bernafas pada
dinding depan tenggorokan/trakea. Dari lubang tsb dipasang alat bantu nafas
menuju paru-paru, sehingga pasien lebih nyaman, lebih aman dan lebih memberi
harapan membaik sebanyak 70%.
Kami
sekeluarga tidak setuju kalau sampai leher bapak dibolongin, takut bapak marah
dan perasaan bapak bakal down dan shock. Kami pun berdiskusi dengan keluarga
dan teman yang memiliki pengalaman medis, sebagian besar dari mereka setuju
dengan tindakan Trakeostomi tsb.
Saya
berpikir ulang karena bapak batuk-batuk dan banyak slem/dahak/lendir
ditenggorokannya. Kata dokter bila dilakukan Trakeostomi, membersihkan lendir
menjadi mudah dan nyaman. Tetapi jika tidak, membersihkan lendir caranya
disedot secara manual oleh suster dan tidak maksimal hasilnya karena tidak bisa
mencapai paru-paru. Kemungkinan besar Bapak bisa kesulitan bernafas lagi dan
kembali dipasang alat bantu nafas dimulut seperti kejadian semula dan
pengobatan kembali dari 0, keadaan bisa menjadi lebih parah bahkan koma.
Proses
melepaskan alat bantu nafas dimulut tidak bisa semudah itu, tidak bisa langsung
dicabut, tapi harus dilakukan penyapihan yaitu mengurangin sedikit demi sedikit
bantuan nafas dan oksigen yang berasal dari mesin, sehingga Bapak bisa bernafas
secara mandiri.
Tibalah
hari H, saya menandatangani persetujuan operasi Trakeostomi walaupun ibu dan
suami saya kurang setuju. Operasi berjalan lancar, hanya 30 menit diruang
operasi dan pendarahannya pun minimal. Saya melihat bapak meringis ketika
tempat tidurnya didorong kembali dari ruang operasi menuju ruang ICCU. Beberapa
menit kemudian saya dipanggil masuk keruang ICCU untuk menandatangani bahwa
operasi telah selesai dan saya melihat bapak sudah sadar dan sedang menatap
keluar jendela. Tak disangka itulah kali terakhir saya melihat bapak sadar
sebelum meninggal.
Setelah
sholat Dzuhur saya berpapasan dengan dokter bedah yang tergesa-gesa kembali ke
ruang ICCU karena bapak mengalami kritis. Rupanya alat Trakeostomi tsb adalah selang
kecil dengan suatu bagian yang akan mengembang menjadi bulat didalam
tenggorokan, tapi kemudian berubah bentuk sendiri menjadi agak lonjong dan posisinya
bergeser, sehingga ada sebagian udara yang keluar melalui celah yang bergeser
tsb dan masuk kebawah kulit muka. Akibatnya muka Bapak menggelembung seperti
balon.
Ketika
kami dipanggil kedalam ruang ICCU, udara dalam kulit muka bapak sedang dikeluarkan/dikempiskan
dengan jalan dipijit-pijit. Alat Trakeostomi yang rusak sudah dicabut dan
diganti yang baru. Dan saya hanya bisa menangis tanpa bisa mendekat karena
tidak tega melihat keadaan wajah bapak.
Saat
jam besuk sore, suster melarang kami melakukan kontak fisik seperti mengelus
dll karena bapak sedang demam, kami hanya bisa melihat dan berdoa disamping
bapak. Keesokan harinya mamah pergi ke RS duluan dan saya akan menyusul
kemudian. Tapi sekitar pk 8 lebih, mamah telfon kerumah saya dan hanya keluar 1
kalimat “cepet kesini sekarang”.
Saya segera berlari ke RS bersama suami dan mendapati bapak sedang kritis, dibantu supaya bernafas, ditekan-tekan dadanya, diselingi alat pacu jantung. Proses tsb adalah prosedur wajib selama 1 jam sejak pasien kritis. Saat itu adalah waktu paling menyiksa dalam hidup saya menyaksikan Bapak disiksa ditekan-tekan dadanya. Akhirnya pk 9.15 dokter jaga ICCU menghentikan tindakannya dan ucapan “Innalillahi wa innalillahi rajiun” menggema didalam ruangan. Hari itu juga bapak dimakamkan di Jeruk purut.
Saya segera berlari ke RS bersama suami dan mendapati bapak sedang kritis, dibantu supaya bernafas, ditekan-tekan dadanya, diselingi alat pacu jantung. Proses tsb adalah prosedur wajib selama 1 jam sejak pasien kritis. Saat itu adalah waktu paling menyiksa dalam hidup saya menyaksikan Bapak disiksa ditekan-tekan dadanya. Akhirnya pk 9.15 dokter jaga ICCU menghentikan tindakannya dan ucapan “Innalillahi wa innalillahi rajiun” menggema didalam ruangan. Hari itu juga bapak dimakamkan di Jeruk purut.
Hari-hari
berlalu setelah bapak meninggal dan saya sangat kesal pada tim dokter yang
menangani bapak karena mereka tidak menghubungi saya, tidak mengucapkan bela
sungkawa, tidak minta maaf dan tidak menerangkan apa yang menjadi penyebab
kematian bapak. Padahal selama bapak ada di ICCU, bapak selalu sadar dan
mengenali semua orang yang menjenguk beliau, kecuali saat bapak tidur/istirahat
karena diberi obat penenang karena sering gelisah.
Rasa
kesal saya menumpuk, tak tahan saya menulis surat ke RS yang berisi 5 point permohonan
:
1.
Memberitahukan kepada saya dan keluarga,
penyebab kematian ayah saya.
2.
Menyatakan permintaan maaf atas kerusakan
alat Trakeostomi.
3.
Berjanji bahwa jangan sampai kasus seperti
ini akan terulang kembali kepada pasien lain.
4.
Sampai sejauh mana dan apa bentuk tanggung
jawab dokter dan pihak RS atas kasus ini, khususnya atas kerusakan alat
Trakeostomi. Saya minta pertanggungjawabannya.
5.
Keempat point tsb diatas mohon ditanggapi
secara resmi, melalui surat yang ditandatangi dokter dan diketahui oleh
Direktur Eksekutif.
Tak
berapa lama saya pun dipanggil pihak RS, saya bertiga dengan suami dan ibu
datang untuk menemui tim doter dan manajemen RS. Dari hasil pertemuan tsb,
menurut saya, RS hanya menjawab point 1 secara jelas, point 2 dan 4 secara
tidak jelas dan tidak menjawab point 3 dan 5.
Kesimpulan
atas penyebab kematian bapak adalah komplikasi akibat kerusakan alat
Trakeostomi dan organ pernafasan bapak kaget ketika menerima udara dengan
bebas.
Tim
dokter yang terdiri dari 4 orang yaitu dokter spesialis paru & pernafasan, dokter
kepala ICCU, dokter spesialis jantung dan dokter THT yang melakukan bedah Trakeostomi.
Masing-masing dokter menyatakan bela sungkawa dan menerangkan penyakit serta
tindakannya terhadap bapak saya.
Tidak
ada yang menyatakan secara langsung bentuk pertanggungjawaban RS terhadap kami,
manajemen hanya mengatakan andaikata kami memerlukan perawatan di RS, mereka
bersedia membantu.
Trakeostomi
buat saya adalah dilema. Keinginan kami apabila bapak meninggal adalah dengan
cara yang alami tanpa disiksa dan dibuat cacat dulu. Tapi itu mungkin jalan
Allah untuk menggugurkan dosa-dosa beliau.
Saya
hanya kesal sama dokternya, kok memberi saran Trakeostomi tapi tidak memberi tau
ada resiko :
-
kerusakan alat Trakeostomi
-
udara masuk kebawah kulit. Kata dokter,
untung udara hanya masuk kebawah kulit wajah saja, karena bisa saja masuk
kebawah kulit dibagian tubuh yang lain. Lah berarti kejadian ini pernah terjadi
beberapa kali pada pasien yang lain dong, tapi pihak RS mengalihkan pembicaraan
sehingga tidak ada pembahasan lebih lanjut.
-
organ pernafasan kaget ketika menerima
udara dengan bebas
-
komplikasi
Dokter
hanya memberikan harapan dengan dipasang alat Trakeostomi maka :
-
dipasang alat bantu nafas di tenggorokan menuju
paru-paru, sehingga pasien lebih nyaman dan lebih aman karena meminimalkan
resiko bakteri masuk melalui mulut.
-
memudahkan pernafasan karena memperpendek jalan
nafas (setengahnya), yaitu yang asalnya dari mulut menuju paru-paru menjadi
dari tenggorokan menuju paru
-
membersihkan lendir di tenggorokan menjadi
mudah dan nyaman
-
memberi harapan membaik sebanyak 70% (tapi
tidak menerangkan 30% resiko kegagalan itu seperti apa bentuknya)
-
bila diluar negeri, malah pasien/keluarga
pasien yang bertanya-tanya kapan dilakukan Trakeostomi
Nah
bagi para pembaca yang mengalami dilema seperti saya, coba dipikirkan dulu,
berdiskusi dengan dokter dan keluarga dan mohon petunjuk Allah hanya karena
Allah lah saya sabar dan ikhlas. Semoga pejelasan saya bermanfaat dan keluarga
anda dapat ditangani dengan tepat.
7 comments:
Bapa saya rencana nau bu d trakeostomi . Smg alm di yerima disisinya bu,
Sy jg pernah kaget lihat pasien perempuan yg bbrp hr sebelumnya di RS,sehat bs bincang2 dg anak2nya. Entah sakit apa&knp,siang itu ditrakheotomy,msh blm sadar&~2jam kmd muntah,malamnya tiba2 meninggal tanpa pernah sadarkan diri.
Terima kasih telah berbagi pengalaman kpd kami. Sangat berharga sekali... semoga almarhum ayahnya mendapatkan tempat terbaik disisiNya
Suami sy terpasang trakheostomi dan sdh 4x ganti... Alhamdulillah lancar dan baik2 saja... Suami sy terpasang trakheostomi karna vegetative state... Yg hny bs berbaring... Mengunakan sonde.
Anak sy kena phenomia sudah satu setengah bulan, dan akhirnya di psang trakeostomi. setelah hri ke5 terjadi penyumbatan smpe anak sy kehabisan oksigen badan sudah membiru. yg sy sesalkan kmna perawat saat itu pdhl anak sy terpsang alat lengkap yg bs d liat d monitor jika kdar oksigen d tubuhnya turun. s. alhamdulillah masih rezeki sehingga anak sy tertolong dan trakestomi ditutup.
Bun mau tanya,klw trakestomi itu klw nafasnya sudh stbill selamnua bolong apa nanti di jait lagi ya.dan ketika pasien pasang trakeotomi untuk bicara masih seprti orang biasa g bun.
saya turut berdukacita Bu :'( semoga Almarhum diterima disisi Allah SWT , Amin ya rabbal alamin 🤲
Post a Comment