Padahal
seminggu sekali kami nyekar ke makam Bapak Mertua di TPU Jeruk Purut, kok bisa
ngga tau ya ada sebuah tempat makan unik di dekatnya. Karena makam Bapak kan
letaknya diarea paling depan, dekat Jl. Pangeran Antasari, sedangkan rumah
makan tsb terletak disebelah pintu utama TPU Jeruk Purut. Kenapa saya sebut tempat
makan unik ? Karena bentuknya adalah sebuah rumah Joglo, namanya Waroeng Solo, tentunya
menyajikan masakan Solo, terletak di Jl. Madrasah no. 14 Jeruk Purut, Cilandak
Timur, Jak Sel.
Awalnya
ketika kami hendak masuk, kami agak bingung karena tempatnya berupa kompleks,
lalu ada beberapa nama yang tercantum didepan kompleks seperti Jogjo at Kemang,
Jogjo Beer & Waroeng Solo. Wah saya ngga mau masuk, wong ada tulisan beer
nya. Suami saya meyakinkan bahwa tempat makan ini halal karena ketika Om Bob
Sadino dimakamkan di TPU Jeruk Purut, suami saya parkir didepan Joglo ini, lalu
sehabis pemakaman kok rombongan saudara-saudaranya pada makan disini, jadi
penasaran kan dia. Itulah awal kisah dia tau tempat ini.
Ketika
kami masuk ketempat parkiran, ada 3 bangunan yang terlihat. Lalu kami masuk ke
bangunan yang berada ditengah, yang bentuknya rumah Joglo yang terbuka. Setelah
saya tanyakan, rupanya rumah makan ini bernama Waroeng Solo dan makanannya
halal. Bangunan disamping kanannya adalah Joglo Beer yaitu rumah Joglo yang
tertutup oleh pintu dan jendela kaca, sehingga pengunjung yang ingin makan
dalam ruangan ber AC bisa makan disana.
Rumah
makan Waroeng Solo ini menarik karena baik bangunan, interior, suasana dan menu makanannya sangat tradional khas Jawa. Meja
kursi nya terbuat dari kayu seperti layaknya di warung, kaki mejanya malah unik
terbuat dari kaki mesin jahit. Ruang makannya selain didalam ada juga yang
diteras. Ruangan dihiasi oleh lambang negara Garuda Pancasila, beberapa gambar
Soekarno, gambar-gambar dengan tema kemerdekaan serta aneka hiasan pernak
pernik jadul dan khas Jawa.
Seorang
pelayan perempuan dengan pakaian khas Jawa yaitu kebaya dan kain batik
memberikan daftar menu yang berisi : appertizer dan snack, masakan Jawa
tradisional seperti nasi gudeg, nasi liwet, selat solo, lontong opor, garang
asem, dll. Selain itu ada juga menu ayam dan bebek, menu daging seperti iga
penyet dan sate kambing, menu gurame dan udang, aneka nasi, mie & sayuran, menu
sup seperti sop iga, soto solo, timlo & bakwan campur, menu anak-anak,
minuman khas Jawa seperti es buah pala serut, es degan gula Jawa, wedang, dll.
Terus
terang saya kurang menyukai masakan Jawa, tapi sebaliknya suami saya doyan
banget. Saya penasaran juga dengan menu tradisionalnya sehingga saya memesan
nasi liwet dan suami memesan nasi gudeg. Untuk minumannya saya memesan es
campur dan suami memesan es degan dan es buah pala. Didinding ada sebuah papan
tulis yang bertuliskan beberapa menu spesial dan si penggemar sambal tertarik
untuk memesan menu sambel tumpang.
Sambil
menunggu pesanan datang kami mengamati suasana sekitar. Diluar seorang penyanyi
pria berbaju lurik dan blankon khas Jawa sedang melantunkan tembang, dengan
pengucapan dan iringan musik khas Jawa, padahal lagu yang dinyanyikan bisa lagu
barat, lagu Indonesia dan lagu Jawa, hahaha unik. Ada sebuah meja besar yang
diatasnya berisi aneka makanan, pernak pernik hiasan, majalah, toples, botol
minuman, dll, ditata dengan menarik. Saya membuka tutup sebuah piring yang ternyata
berisi sosis solo. Di teras depan ada juga counter tempat menyiapkan otak-otak
dan serabi. Ah semuanya serba menggiurkan, tapi tahan dulu, nanti takut
kekenyangan.
Tak
lama pesanan kami datang, baik nasi gudeg dan nasi liwet disajikan diatas daun
pisang dan nasi dicetak bentuk bunga. Nasi gudeg berisi gudeg berwarna coklat
muda, krecek, opor ayam kuning dan sambal. Beberapa cabe rawit utuh tampak
menyembul disela-sela makanan. Sedangkan nasi liwet berisi sayur labu, ayam,
tahu kuning, areh dan sambal. Kedua jenis masakan ini hampir mirip nuansa
rasanya, tidak manis dan tidak begitu pedas. Ayamnya paha atas, cukup besar dan
empuk. Yang unik gudegnya, beda banget dengan gudeg Jogja yang hitam manis.
Disini rasa dan aroma gudeg ada sesuatu yang khas, seperti daun yang wangi.
Kami
berdua belum pernah makan sambel tumpang. Jadi ketika sajian ini datang, kami
cukup kaget karena penampilannya pesis pecel. Setelah saya tanya mbah Google,
ternyata sambel tumpang adalah sambel yang terbuat dari tempe busuk, nah lo.
Jadi tempe busuk itu dicampur dengan tempe biasa, lalu dihaluskan bersama
bumbu-bumbu, lalu diberi air hingga encer, persis seperti bumbu pecel. Kemudian
sayuran yang telah direbus disiram sambal tumpang dan disajikan bersama sedikit
krecek. Ketika ku makan oo rasanya khas banget ya, ada rasa dan aroma bau
semangitnya walapun hanya samar-samar, rasanya tidak begitu pedas dan tidak
manis. Lebih enak dinikmati bersama krupuk kampung yang kami ambil dari kaleng
krupuk yang menggantung ditiang samping meja makan kami.
Selesai
makan, rasanya nikmat banget ketika menyeruput minuman kami. Es campur berisi
tape peyeum, tape hitam, cincau hitam, kolang kaling, kelapa muda, es serut,
sirup merah dan susu kental, hmm enak banget, terutama karena ada tape
hitamnya. Lalu es degan adalah es kelapa muda dengan sirup gula Jawa, dan es
buah pala saya tidak mencicipi. Tapi ku lihat es buah pala nya habis tuh,
mungkin karena suami saya makannya sambil mengenang Bapak yang kesukaannya
minum es buah pala, apalagi Bapaknya dideket sini.
Selesai
makan, sambil menunggu bill datang, iseng-iseng saya posting foto saya bersama
nasi gudeg dan es campur ke instagram, dengan hastag “sayadanwaroengsolo”,
siapa tau saya menang undian diskon makan disini lagi, biar nanti saya ajak
ortu saya kesini.
Ketika
bill datang, saya harus membayar @Rp 35.000 untuk nasi gudeg dan nasi liwet,
sambel tumpang Rp 17.000, es campur Rp 24.000, es buah pala Rp 20.000, es degan
Rp 18.000 dan krupuk Rp 2.000. Buat orang Solo yang belum sempet pulkam, mampir
aja dulu kesini dulu, dijamin kangennya hilang sedikit, hahaha...
2 comments:
wah jadi kangen suasana solo jaman dulu. Tapi tempatnya emang bagus banget yah
Sangat recommended
Post a Comment