Sehubungan
dengan tugas suami ke Jogja, saya diajak turut serta untuk menemani beliau,
dengan catatan saya harus jalan-jalan sendiri kalau beliau sibuk. Oke deh saya
sih manut saja, karena saya tidak mau melewatkan wisata kuliner Jogja yang
belum saya coba. Nah ini dia liputannya :
JUMAT
Hari
pertama kami “pulang ke kota mu...”, setelah sholat Jumat kami panggil taxi
menuju daerah Timoho. Suami saya bilang, dia pernah makan didaerah Timoho,
enak, bersama teman-temannya. Oke deh, kami pun menuju Jl. Ipda Tut Harsono no.
58, Timoho. Sampai disana kami masuk ke sebuah resto bernama Baleayu. Tempatnya
luas, pertama kita masuk pintu gerbangnya dahulu, lalu parkir, lalu kami
melewati bangunan dapurnya sebelum menuju ke ruang makan yang merupakan
bangunan pendopo yaitu ruangan luas tanpa sekat, tanpa dinding, hanya ada tiang-tiang,
dengan atap khas Jawa.
Setelah
membaca buku menunya, rupanya resto ini menyajikan aneka masakan khususnya
seafood dengan citarasa oriental. Menu unggulannya adalah masakan ikan gurame yang memiliki sekitar 20 jenis variasi masakan. Selain gurame dan seafood, banyak juga menu lainnya seperti ayam,
bebek, daging sapi, sayuran, dll.
Karena
menu unggulannya gurame, kami pun tak sabar ingin mencobanya dan tertarik
memesan gurame crispy asam manis karena gambarnya terlihat menggiurkan. Sebagai
menu pembuka kami memesan sop jamur, dan kami melihat satu menu yang tak
dikenal bernama lo han cay. Setelah ditanyakan rupanya lo han cay adalah cap
cay yang isinya ditambah jamur dan brokoli. Wah sepertinya menarik, sehingga
kami pun memesan juga. Untuk minumannya, saya memesan es campur dan suami
memesan es vanila lime.
Sambil
menunggu pesanan, kami mengamati keadaan sekitar. Kebanyakan pengunjung yang
datang kesini berombongan, karena menu yang disajikan cocok untuk makan
beramai-ramai dan harganya pun cukup terjangkau. Bahkan slogan yang tercantum
disampul buku menu adalah “semua bisa makan enak”. Nah coba kita buktikan
nanti.
Minuman
kami telah tiba, es vanila lime penampilannya mirip jus sirsak, ketika ku
cicipi, hmm rasanya enak ya, segar, yaitu es susu putih dengan rasa dan aroma
vanila yang kuat, dicampur dengan perasan jeruk nipis. Saya baru tau kalau
perpaduan susu dan jeruk nipis itu rupanya enak dan segar.
Kemudian
minuman es campur, sebelum memesan saya bertanya dulu, apakah diberi santan
atau susu kental, karena saya tidak suka santan. Rupanya campurannya adalah
santan, tapi ketika hendak dibatalkan, suami saya menolak, jadilah saya memesan
es campur ini. Tapi ketika ku cicipi, eh ternyata enak juga, segar, tidak gurih
dan ngga bikin eneg. Isinya cukup unik yaitu semangka, melon, cincau hitam,
nenas, nata de coco dan roti tawar, hahaha aneh tapi enak.
Tiba
saatnya makan siang, gurame crispy asam manis disajikan dihadapan kami dengan
gaya yang bikin orang menelan air liur sendiri, glek. Daging ikan gurame telah disayat-sayat
bentuk panjang, dilepas dari tulangnya, lalu digoreng tepung, disajikan diatas
tulang ikan utuh yang digoreng tepung juga. Pendampingnya adalah saus asam
manis yang disajikan terpisah dengan taburan wijen. Rasanya uenak rek, crispy,
garing diluar, lembut didalam, empuk, tidak amis, bumbunya meresap, warnanya
putih kekuningan, tidak gosong, ketika dicocol saus, kami makin lahap makannya.
Kemudian
lo han cay, wah enak nih, sayurannya seger banget, fresh, bahkan masih keras.
Isinya sayuran bok choy, wortel, keputren, brokoli, daun bawang dan sepertinya
4 jenis jamur, rasanya enak dan gurih, tercecap ada rasa dan aroma seperti
capcay goreng. Terakhir sop jamur, ketika kami makan, ini mah mirip lo han cay,
tapi versi berkuah, sama enaknya, sama freshnya. Isinya beti, beda tipis, yaitu
jamur, wortel, kembang kol, sawi dan daun bawang.
Selesai
makan, tiba saatnya pembuktian slogan “semua bisa makan enak”. Harga gurame Rp
54.000, sop jamur Rp 20.000, lo han cay Rp 19.000, sambal Rp 3.500, nasi @Rp
3.500, es vanila Rp 13.000, es campur Rp 15.000 dan es teh manis Rp 3.500. Ya
terjangkaulah ya, jauh banget sama harga Jakarta, apalagi dengan kesegaran dan
kelezatan masakannya. Pesanan kami ini cocoknya juga untuk makan bertiga, sebab
ikan guamenya ukurannya cukup besar dan nasinya juga sebakul.
Menikmati Royale di Artemy Italian Gelato
(**)
Kami
menginap di Hotel Ibis Malioboro dengan tujuan agar saya bisa luntang lantung
sendiri. Lobi hotel Ibis ini letaknya di Jl. Perwakilan, jadi ketika kendaraan
kami hendak masuk lobi hotel, kami lewati sebuah kedai es krim, Italian gelato,
disebelah kiri Jl. Perwakilan. Wah mata saya sudah berbinar-binar melihatnya.
Jadi ketika suami saya pergi ke UGM, segera saya menuju kedai es krim tsb untuk
merelaxkan tubuh sebelum menyusuri Jl. Malioboro yang panjang.
Nama
kedai es krim ini adalah Artemy, Italian gelato, tepatnya berada di Jl.
Perwakilan no. 5. Kedai ini bergaya Italian cafe yang cantik. Tempatnya kecil
saja, bisa duduk didalam maupun luar. Tapi kalau duduk diluar saya kurang
cocok, karena selain panas dan berdebu, juga merupakan smoking area, serta Jl.
Perwakilan ini cukup ramai dilewati oleh kendaraan dan para pengamen jalanan. Ketika
masuk kedalam, suasana didalam lebih tenang dan adem tapi masih bisa melihat
keramaian jalan karena dinding dan pintunya terbuat dari kaca.
Dekat
pintu masuk sebelah kanan terdapat mesin display es krim yang berisi 12 jenis
es krim. Saat itu tersedia rasa royale, coffe, choco cruch, dark chocolate,
tutty fruty, rum raisin, vanila, cotton candy, coconut, strawberry, lemon dan
cookies. Wah saya mulai bingung mau pilih yang mana ? Dark chocolate adalah
suatu keharusan, tapi enaknya dicampur apa ya ? Dari semua pilihan,
kelihatannya royale belum pernah saya temukan ditempat lain, dan kata
pelayannya juga termasuk rasa yang best seller. Akhirnya saya memilih 2 jenis rasa
es krim yaitu dark chocolate dan royale.
Diatas
mesin display tsb terdapat aneka topping seperti kacang, coklat meises, cha
cha, wafer, marshmalow, dll tapi saya tidak mau pakai topping karena ingin merasakan
keaslian rasa es krim dan memilih cup sebagai tempatnya. Nah pesanan sudah siap
dan mari kita nikmati.
Es
krim rasa dark chocolate berisi chocolate chips, ketika dimakan tidak terlalu
manis dan tidak mahteh. Lalu es krim rasa royale warnanya putih, ketika dimakan
rasanya manis gurih yang berasal dari perpaduan rasa keju dan kacang serta mengandung gumpalan peanut
butter, hahaha seru dan unik ya.
Ada
air putih yang tersedia diatas meja pajangan, kemudian saya sambil sendiri.
Disamping mesin es krim terdapat rak display tempat kue yang saat itu berisi
cheese stick yang terbuat dari adonan pastry. Dinding ruangan dihiasi lukisan
pemandangan dan lukisan es krim. Ketika saya membayar, harga es krim ternyata
murah banget ya yaitu Rp 28.000 untuk ukuran double scoop. Wah ngga nyesel deh
makan disini, murah dan enak, tempatnya juga cocok untuk santai-santai sendiri
atau berombongan.
Suasana mewah dan indah di Sasanti
(***)
“Kalau ke Jogja jangan lupa makan di Sasanti mas” kata anak-anak kos dirumah mertua ku. “Jokowi saja sudah pernah makan disitu” sambung anak-anak lagi. Wah kalo begitu makanan disana pasti jaminan mutu ya, bikin penasaran kan. Jadi Jumat malam kami panggil taxi menuju Jl. Palagan Tentara Pelajar no 52A.
Sampai
disana kami melihat billboard bertuliskan Sasanti, Restaurant & Gallery,
lalu kami masuk lewat pintu gerbang dan langsung parkir. Dari kejauhan sudah
terlihat kemewahan restaurant ini. “Ya wajarlah kalau Jokowi makan disini,
keren begini tempatnya” ujar saya ke suami, supir taxi sampai ketawa mendengar
komentar saya. Untuk menuju tempat makan, kami harus jalan sedikit melalui
jalan setapak yang dihiasi taman yang cantik dan lampu-lampu kecil.
Tempat
makannya terbagi menjadi 3 area. Kami masuk ke area pertama yaitu rumah joglo tradisional
Jawa, terdapat sebuah meja bulat dengan vas bunga besar ditengah ruangan. Tapi
kami menyebrangin ruangan ini menuju area kedua yaitu taman belakang yang
memiliki sebuah kolam besar gaya Bali dengan meja makan yang disusun disekitarnya. Ada
sebuah panggung kecil yang berisi alat musik ditembok belakang taman. Ketika
kami duduk disamping kolam, kami baru menyadari bahwa ada area ketiga yaitu
ruang makan tertutup & ber AC, bentuk memanjang disamping taman, terlihat galeri
lukisan disepanjang dinding ruangan tsb. Baik bangunan dan taman, interior dan
eksterior resto ini, dibangun dengan campuran arsitektur tradisional Jawa,
konstruksi gaya modern dan sentuhan Bali. Kesan yang tercipta adalah kemewahan dan
keindahan.
Kami
duduk disamping kolam dan mulai membaca buku menunya. Menu terbagi menjadi
masakan Indonesia, western food, dessert dan minuman. Cara terbaik untuk
memilih menu ditempat baru adalah bertanya, menu apa yang menjadi unggulan.
Kami disaran untuk mencoba nasi campur Sasanti yang isinya banyak dan komplit. Padahal
saya sudah mengincar masakan ikan dari Western food, tapi bakal kekeyangan dan
ngga habis kalau kami berdua pesan menu utama. Akhirnya kami memesan nasi
campur Sasanti, ditambah menu pelengkap bakwan jagung dan menu pembuka potato
& leek cream soup. Suami saya memesan minuman kawista sesuai saran waitress
dan saya hot tea sajalah.
Penyanyi
mulai melantunkan tembang diiringi organ, gitar dan drum kotak kayu. Waitress
mulai menata alat makan dimeja kami, meletakkan serbet dipangkuan dan
menyajikan komplimen emping dengan saus sambal. Suami menggelengkan kepala
mengingat asam uratnya dan saya malah tersenyum membayangkan makan nasi campur
dengan emping.
Minuman
kawista, penampilannya sih seperti es teh manis dengan hiasan daun mint, jeruk
nipis dan tongkat tebu. Ketika diminum, rasanya memang unik, asam dan manis bercampur
soda, plus kita bisa menghisap-hisap tongkat tebunya. Buah kawista ini jarang
terdengar, termasuk buah langka, baru sekali ini saya mencoba dan belum pernah menemukan
di Jakarta.
Sajian
pertama adalah potato & leek cream soup alias sop krim kentang daun bawang
yaitu sop krim yang berwarna kehijauan, rasanya enak, gurih dan creamy, tidak
ada aroma daun bawang mentah. Saking enaknya kami ingin memesan seporsi cream
soup lagi, tapi ah lihat nanti deh, takut kekenyangan.
Sajian
utama pun datang, nasi campur Sasanti dihidangkan diatas piring ceper putih
yang dialasi daun pisang. Nasinya unik, bentuknya sih dicetak bulat biasa, tapi disusun 3 warna dari 3 jenis nasi yaitu nasi putih biasa, nasi merah dan
nasi kuning, lalu ditaburi bawang goreng. Lauknya disusun disekitar nasi yaitu balado
udang, kari ikan, ayam goreng, 1 tusuk sate, balado keripik kentang, ketimun,
daun kemangi, sambal serta daun pepaya teri.
Menikmati
makan malam dengan 3 jenis nasi sekaligus plus lauk yang komplit menimbulkan
sensasi tersendiri. Lauk yang paling istimewa adalah satenya yaitu sate sapi yang
memakai daging pilihan yang empuk serta bumbu yang telah meresap, rasanya manis
pas. Menyusul balado udang dan kari ikannya juga istimewa. Kemudian daun pepaya
terinya juga enak, empuk dan tidak pahit, ayam gorengnya sih biasa saja dan keripik
kentang nya manis dan lengket.
Pelengkapnya
adalah bakwan jagung, berisi 3 potong bakwan, bentuknya agak bulat gemuk dengan
jagung yang mental mentul dipermukaan, ketika dimakan, hmm enak dan gurih, “ini
baru bakwan jagung yang paling enak, jagungnya banyak dan ngga banyak
tepungnya” ujar suami saya, hahaha.
Mengenai
harganya coba dibandingkan dengan resto sekelasnya di Jakarta, nasi campur Rp
110.000, bakwan jagung Rp 17.500, cream soup Rp 32.000, kawista Rp 35.000 dan
hot tea Rp 16.500. Kayanya masih lebih murah di Sasanti. Apalagi tempatnya itu
cakep banget dan bisa menampung ratusan orang, cocok untuk pertemuan, pesta
bahkan pernikahan.
SABTU
Makan sambil mancing di WestLake resto
(**)
Setiap kali kami naik taxi, kami selalu bertanya kepada pak supir, tempat makan apa yang paling enak, terkenal dan ramai saat ini di Jogja. Semua orang Jogja yang kami tanyai pasti menyarankan makan di Westlake. Nah bikin penasaran kan, sehingga kami memutuskan untuk makan disana pada hari Sabtu siang. Kebetulan mulai hari Sabtu ini, kami menyewa mobil dengan supir yang juga menyarankan makan disana.
Kami
menuju Jl. Ringroad barat, Bedog Trihanggo Gamping Sleman. Sampai disana kami
parkir dihalaman parkir yang luas, lalu kami berjalan ke arah pintu masuk,
dekat aquarium dinding yang berhiaskan candi mini didalamnya. Kami disambut dan
dituntun seorang pelayan menuju tempat makan. Ketika masuk, kami tercengang
melihat area restoran ini.
Ditengah-tengah
area terdapat sebuah danau yang luasnya sekitar 1 hektar, belum lagi
luas tanah disekitar danau mungkin sekitar 2 hektar lebih, luas bangeeet. Tempat makan utama
berupa bangunan terbuka yang luas disamping danau. Tempat makan lainnya berupa
gazebo besar dan kecil yang terletak dipinggir danau. Selain itu ada juga meja
makan yang tersebar didalam taman, terbuka tanpa bangunan pelindung, serta
sensasi makan diatas rakit bambu bentuk gazebo diatas danau.
Rata-rata
pengunjung datang berombongan. Kalau yang datang berdua seperti kami cukup
makan diruang makan utama. Hanya selembar menu bolak balik yang diberikan
kepada kami, isinya berupa masakan ikan gurame, nila, bandeng, udang, cumi,
scallope, kepiting soka, kerang, ayam, sapi, sambal, sayur, sup dan menu
pelengkap, untuk minuman tersedia minuman dingin dan panas, jus serta dessert
es buah & buah segar.
Karena
kami kemarin baru makan ikan gurame dan nasi campur, maka hari ini kami pesan
menu ayam. Pilihan kami jatuh kepada ayam bakar taliwang, plecing kangkung,
sambal terasi dan jamur enoki telur asin. Untuk minumannya saya pesan es
klengkeng dan es cendol untuk suami.
Fasilitas
resto ini sangat lengkap dan bikin senang keluarga terutama anak-anak dan orang
yang hobi mancing. Disini bisa mancing ikan gratis dengan syarat melepaskan
ikannya kembali, tapi kalau ketauan membawa hasil pancingan bisa kena denda.
Alat pancing bisa sewa atau bawa sendiri. Selain mancing kita bisa keliling
danau pakai perahu yang dikayuh bentuk bebek, dan ada taman bermain anak. Dari
kejauhan saya melihat bangunan candi mini diujung kiri taman. Saking luasnya area
ini, saya tidak bisa melihat ada apa saja di ujung-ujung area terbuka ini.
Disekeliling area ini dipagari oleh pohon-pohon seperti layaknya hutan. Sungguh
suasana asri dan menyegarkan mata dan paru-paru.
Nah
makanan dan minuman telah dihidangkan, mari mulai makan. Seporsi ayam bakar
taliwang berisi 2 paha 2 dada terbagi menjadi 6 potong, ada jejak sedikit
gosong dipermukaan ayam, disajikan bersama saus sambal khas taliwang secara
terpisah. Rasa masakan ini kami nilai enak, ayamnya cukup empuk, tapi rasanya
tidak seoriginal seperti dari Lombok / Bali. Sayuran dalam plecing kangkung
terlihat segar dengan porsi yang lumayan, terdiri dari kangkung, toge, kacang
tanah dan sambal plecing. Daun kangkungnya mantap, besar dan lebar, tapi sayang
sambalnya sedikit banget, tidak mampu melumuri seluruh sayurannya, jadi seperti
makan sayuran rebus saja. Untungnya ada jamur enoki telur asin yang
meningkatkan selera makan kami, renyah dan gurih khas telur asin. Selesai makan
pas sekali dibasuh dengan es lengkeng dan es cendol yang manis menyegarkan.
Mengenai
harganya, ayam taliwang Rp 75.000, plecing kangkung Rp 32.000, jamur enoki Rp
35.000, sambal Rp 6.000, nasi Rp 6.000, es cendol Rp 15.000, es klengkeng Rp
20.000 dan es teh manis Rp 8.000. Oh ya, selain fasilitas rekreasi, disini juga
tersedia mushola, ruang meeting dan panggung. Banyaknya fasilitas dan daya
tampung pengunjung yang bisa mencapai 1000 orang, mejadikan tempat ini cocok
untuk pertemuan, rapat, pesta, pernikahan bahkan outbond.
Malam
Minggu kami pergi ke rumah orang tua temen kantorku diseberang pabrik kertas
Blabak Jl. Raya Megelang, Yogyakarta KM. 10, Desa Mungkid, Kabupaten Magelang.
Kami pergi setelah magrib dari hotel Ambarukmo, tiba kembali dikota Jogja
sekitar pk. 21. Wah kami tidak nyangka perjalanannya lama karena macet, ternyata
malam minggu banyak warga Jogja dan Magelang saling mengunjungi bertukar arah.
Ada
beberapa tempat makan dijalan yang kami lewati tapi kurang kami minati sehingga
kami belum makan malam sampai dikota Jogja. Tiba-tiba suamiku teringat
nostalgia saat dia masih menjadi mahasiswa UGM dulu, kalau malam-malam terserang
lapar suka makan bubur ayam di hotel Santika. “Loh katanya mahasiswa, kok makan
di hotel sih, gaya banget” cetus saya. Suami saya hanya tertawa dan berkata,
“ayo kita coba dulu, baru nanti komentar lagi” katanya.
Kami
pun menuju hotel Santika di Jl. Jend. Sudirman no. 19. Kami masuk dan bertanya
apakah menu bubur ayam malam masih tersedia atau tidak. Ternyata menu tsb masih
ada dan kami pun diantar ke Pandansari restaurant. Kami memilih duduk di
Pandansari Terace yaitu teras disamping restaurant, cocok sebagai tempat
bersantai dengan pemandangan jalan raya yang ramai. Suami saya melanjutkan
nostalgianya, dulu kalau dia sedang makan bubur ayam dan duduk diteras, dia
tidak mau menghadap ke jalan raya, karena pasti terlihat jelas oleh
teman-temannya yang suka lewat dijalan raya, mereka bakalan berteriak-teriak,
memanggil-manggil minta ditraktir, tapi suami saya pura-pura budeg, hahaha.
Kami
tiba pk. 21.30 dan ternyata menu bubur ayam ini adanya mulai pk. 22. Sembari
menunggu kami dipersilahkan memesan minuman dan kami memesan es jeruk. Tak lama
kemudian waitress mengantarkan camilan gratis segelas garlic bread, karena
disajikan digelas wine, sambil berpesan bahwa menu bubur ayam akan dipercepat
penyajiannya untuk menyambut kami, wuah makasih ya, kok tau sih kami sedang
kelaparan dan kedinginan.
Lima
belas menit kemudian bubur ayam dan pelengkapnya sudah tersaji didalam
Pandansari resto, kami pun dipersilahkan masuk dan mengambil sendiri,
sepuasnya. Saya lihat penyajian bubur ayam tsb sebagai berikut yaitu ada 2
panci yang berdampingan, masing-masing berisi bubur dan kuah kaldu bening, disebelahnya
ada stand berisi mangkok-mangkok yang disusun mengerucut keatas, berisi topping
/ taburan bubur yaitu kecap asin, kecap manis, sambal, daun bawang, teri,
kacang tanah, serundeng, cakwe, telur rebus dan ayam suwir. Terakhir adalah sebuah
toples besar yang penuh berisi krupuk udang kecil.
“Begini
cara menyusun bubur ayamnya” kata suami sambil memperagakan cara mengambil
bubur ayam. Saya mengerutkan kening sambil memperhatikan. Mula-mula dia
menyusun topping bubur didasar mangkok makan, lalu menuang bubur diatasnya,
lalu taburkan lagi topping bubur diatasnya sampai mangkok terlihat penuh, lalu
siram dengan kuah kaldu dan kerupuk disusun dipiring alas mangkoknya. “Dulu
didalam kuah kaldu ini ada dagingnya kecil-kecil, kok sekarang ngga ada ya ? Aku
suka mengeruk dagingnya” lanjut suami saya. Ya ampun saya jadi tertawa geli
mendengar nostalgianya.
Kami
berdua kembali ke meja sambil membawa semangkok bubur ayam versi masing-masing,
karena saya tidak berniat mempraktekkan cara dia. Tak lama waitress datang mengantarkan
2 gelas air putih. Makan bubur ayam sepuasnya sudah termasuk minum, rasanya
enak banget, harganya pun terjangkau yaitu @Rp 35.000 belum termasuk pajak
hotel 21%. Lagi pula lebih murah harga bubur ayam dibanding es jeruknya yaitu
Rp 50.000 excl tax. “Jaman dulu sih harganya cuma Rp 30.000, jadi kalau
mendapat kiriman uang bulanan, malamnya suka makan disini” kenang suami. Oh
pantas...
No comments:
Post a Comment